Kamis, 30 Oktober 2014

Amnesia

"Kriiiiiiiing" bel pulang sekolah berbunyi. Riuh ramainya sekolah di jam 13.30 pun tak terelakkan. Usai sudah perjuangan menahan kantuk sekaligus mempetahankan konsentrasi tingkat tinggi. Waktunya berpisah sementara waktu dengan teman sebangku kesayangan. Menanggalkan atribut putih biru dongker selama 16 jam.
Betapa lekatnya kenangan 10 tahun silam itu, tak lekang dimakan masa. Ataukah saat ini keadaan di sekolah tercintaku dulu masih sama? Tak sengaja di pagi ini, dalam perjalanan ke kantor kulihat guru SMP-ku melintas di hadapanku. Rambutnya kini memutih, terlihat pula goresan usia wajahnya. "Apa kabar Bu Guru?Ingatkah engkau padaku, gadis mungil yang dekil dulu itu dibimbingmu dengan penuh kasih sayang." Masa memang berlalu, tetapi jasa para guru tidak akan pernah pupus.Sekolahku pun telah lebih gagah, indah dan kokoh. Namun kenangannya akan selalu ada di hati.
Kini masa itu dialami oleh adik semata wayangku, Hudza. Sekarang ia duduk di kelas VIII (kalau zamanku dulu kelas 2 SMP). Dia cukup aktif di sekolahnya. Berbagai perlombaan diikutinya dan beberapa kali pulang membawa  pialanya. Prestasi yang tergolong bagus untuk kegiatan nonakademisnya.
Adikku sekolah di Ahmad Dahlan Boarding School sehingga dia jarang pulang. Ketika ia libur beberapa hari, dibawanya tugas-tugas alias "PR" di rangselnya. Dengan rasa penasaran "Adikku ini sekolah belajar apa sih?" kubuka tas hitamnya. Mulai dari buku pertama "Bahasa Indonesia Kelas VIII semester gasal" mataku tertuju pada beberapa kata "homonim, homograf, homofon" dan secara otomatis sistem ingatan berputar arah ke 10 tahun silam, mencari berkas-berkas yang tersimpan di sentral dokumen dalam otak untuk sekedar menerjemahkan tiga kata itu. Lalu apa yang terjadi? Ya Allah, data itu sudah bergeser ke "Recycle Bin" itu pun sama-samar kuingat. Hmmm homo sama....nim....hmmm...arti......graf...hmmm...huruf..... fon.....bunyi! Voala!!!!!setidaknya beberapa menit berjuang menemukan data itu di dalam otak. Kubalik halaman demi halaman lagi dan terhenti pada kata majas. Ya! tentulah aku ingat kalau ini! Kupandangi atap kamar, aku coba mengingatnya satu per satu personifikasi, metafora, alegori, ironi, totem pro parte hmmmm ya hanya itu yang aku ingat dan untuk mencontohkan tiap-tiap majas itu dalam satu kalimat pun cukup menguras energi. Kututup buku itu dengan menghela napas. Bahasa Indonesia saja aku tak bisa mengingatnya dengan baik. Lalu bagaimana dengan matematika? Aku pun makin penasaran. Kucari buku itu dalam tasnya dan tentu saja mata pelajaran ini tak luput dijadikan PR. Kutatap lekat-lekat buku matematika yang sudah ada di tanganku. "Aku masih bisa mengingatnya kah? kalimat yang tersirat di dalam lubuh hati terdalam. Persamaan, pertidaksamaan, gradien dan beberapa rumusnya cukup membuatku pusing kepala. Ini baru pelajaran SMP lalu bagaimana dengan materi matematika SMA? Invers, turunan, peluang. Hanya bisa menggigit jari memandang simbol-simbol yang sama sekali tak aku ingat artinya. Mungkin ini rasanya jadi orang buta huruf, melihat tulisan tetapi tak mengerti maknanya.
10 tahun benar-benar mengubah segalanya. Sistem otak mungkin saja menyimpan hal-hal yang jarang sekali diingat di posisi terbawah, tertumpuk dengan ingatan-ingatan baru. Untuk kembali mengingatnya, kita perlu membaca ulang dan mencoba berlatih kembali. Nilai di SKHUN (Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional) tidak lagi menjadi parameter bisa atau tidaknya mengerjakan soal-soal SMP setelah 10 tahun berlalu.
Tak lagi duduk di bangku sekolah bukan alasan untuk tidak kembali belajar. Selamanya ilmu itu akan terus dibutuhkan meskipun tak sebanyak saat masih sekolah. Setidaknya dengan membaca ulang, kita bisa membantu adik-adik kita dalam mengerjakan tugasnya. Tidak ada yang sia-sia apa yang diajarkan guru saat itu karna sebagai wanita pun kita akan menjadi guru di rumah. Selamat mencoba mengingat kembali :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar